Showing posts with label merubah pola pikir dan perilaku. Show all posts
Showing posts with label merubah pola pikir dan perilaku. Show all posts

Thursday, November 26, 2015

Garbagepreneurship di Kuliah Manajemen Proyek Industri, Departemen Teknik Industri FTUI








Selasa 24 November 2015, Bank Sampah WPL mendapat kesempatan menjadi dosen tamu pada Kuliah Manajemen Proyek Industri di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Sampah adalah akhir sebuah proses sepanjang kehidupan manusia. Selama ada kehidupan, selama itu pula masalah sampah akan terus terjadi. Beberapa perubahan masalah sampah terjadi karena perkembangan teknologi. Teknologi pada dasarnya dikembangkan untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun sekian banyak dampak sampah hasil kemajuan teknologi tersebut belum diikuti dengan kesadaran komprehensif para pengguna teknologi tersebut.
Sekilas, Garbagepreneurship tidak berkaitan dengan mata kuliah Manajemen Proyek Industri. Sampah yang dibahas dalam Undang Undang no. 18 tahun 2008 adalah sampah yang merupakan benda padat sisa kegiatan manusia. Secara umum sampah tersebut meliputi sisa masakan dan makanan serta bekas kemasan yang digunakan dalam kehidupan manusia.
Jika indeks timbulan sampah 0,6 kg/orang/hari, maka penanganan sampah di sebuah kota selayaknya dilakukan dengan pendekatan ilmiah. Dimulai dari gerakan merubah cara pandang terhadap sampah, merubah perilaku memilah sampah dari sumber, transportasi serta jalur recycle, pengolahan hingga pemanfaatan produk yang dihasilkan oleh sistem.
Mengatasi masalah sampah adalah tantangan untuk merubah perilaku manusia. Sebagai subyek penghasil sampah, manusia adalah penanggung jawab penuh masalah persampahan di setiap tempat.
Perencanaan siklus manfaat sampah di sebuah wilayah akan jauh bermanfaat jika melibatkan potensi lokal warga masyarakat dan lingkungan di wilayah tersebut. Perubahan perilaku akan mudah tercapai jika manfaat perubahan dapat dirasakan dan dilihat secara langsung dan sederhana.
Pembangunan infrastruktur jalur recycle dan upcycle disesuaikan dengan local wisdom dan potensi lokal setempat. Dengan demikian, masyarakat akan merasa bangga menjadi bagian dari perubahan mindset dan perilaku.
Penerapan siklus manfaat sampah dilakukan dengan pendekatan social entrepreneur. Masalah sosial di lingkungan yang disebabkan oleh sampah diselesaikan dengan pendekatan kewirausahaan. Manusia sebagai agen perubahan. Sampah sebagai media perubahan. Maka sangat penting bagi kita untuk membangun berbagai alternatif program siklus manfaat yang dapat melibatkan berbagai lapisan masyarakat.
Berbagai program lingkungan dapat dibangun untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya memberikan kemampuan desain produk kepada para pengrajin yang terampil menggunakan material sampah sebagai bahan baku. Atau kemasan program  bagi para penggerak inovasi sosial untuk meningkatkan kelayakjualan program mereka.
Semakin banyak cabang ilmu berkolaborasi membangun siklus manfaat untuk merubah mindset & perilaku masyarakat, akan semakin cepat proses pengurangan volume sampah dan pemanfaatan sampah secara kreatif akan terwujud. Terlebih lagi jika kolaborasi ini digerakkan oleh anak-anak muda yang memiliki energi perubahan yang besar. Bayangkan jika semua mahasiswa berbagai kampus bergerak membangun perilaku kreatif memanfaatkan sampah. Pasti akan memberikan memberikan dampak dan efek rambatan yang besar, sehingga cita-cita menjadikan Indonesia Bebas Sampah bisa segera terwujud.... Semoga...

Baron Noorwendo, Founder Bank Sampah WPL, HP/WA 081294742033

Wednesday, June 17, 2015

Belajar Membangun Program Lingkungan Hingga ke Bank Sampah WPL


Semarak program yang digulirkan oleh Komunitas WPL mengundang keingintahuan berbagai kalangan.
Sebagai lembaga pemberdaya potensi lokal, Komunitas WPL menggulirkan empat program utama, yaitu Garbagepreneurship, Kuliner, Kolaborasi Komunitas dan Pendidikan. Keempat program tersebut merupakan sarana bagi Komunitas WPL untuk membangun pola pikir dan perilaku warga masyarakat sehingga bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Upaya perubahan pola pikir dan perilaku warga dilakukan dengan cara memperkenalkan program-program yang dapat melibatkan berbagai potensi di masyarakat.
Salah satu program utama adalah Garbagepreneurship. Garbagepreneurship merupakan istilah ‘plesetan’ dalam bahasa Inggris, gabungan dari kata ‘Garbage’ dan ‘Preneurship’. Garbagepreneurship dapat diartikan menjadi kewirausahaan sampah, yaitu kewirausahaan yang menjadikan sampah sebagai obyek. Garbagepreneurship tidak mencari keuntungan melalui material sampah, melainkan melalui upaya-upaya ilmiah dan kreatif untuk memberi niilai tambah pada sampah-sampah yang sudah dipilah. Produk Garbagepreneurship meliputi produksi kerajinan berbahan baku sampah, tabungan sampah, hibah sampah, mikro kredit tanpa bunga, pelatihan, wisata kreatif, kampanye lingkungan dan kemitraan.
Salah satu hal yang menarik berbagai pihak untuk belajar ke Bank Sampah WPL adalah keberlanjutan dan keterlibatan aktif masyarakat terhadap program yang dibangun dengan biaya yang relatif kecil. “Kami datang ke WPL karena tertarik dengan keberhasilan Komunitas WPL melibatkan warga sekitar selama hampir 6 tahun dan terus bergerak bahkan merambah ke bidang kuliner dan pendidikan padahal dengan biaya yang relatif kecil sekali.”, ujar ibu Ratna (35 tahunan) yang memimpin sepuluh rekannya berkunjung ke Bank Sampah WPL hari Selasa, 16 Juni 2015.
“Karena sejak awal kami bergerak untuk memberdayakan potensi masyarakat, maka sampah bagi kami hanyalah sarana untuk pengembangan potensi tersebut. Dengan kreativitas memanfaatkan sampah maka pola pikir dan perilaku masyarakat juga akan berubah.” , jelas Sri Wulan Wibiyanti, salah satu founder Komunitas WPL,  saat mendampingi kunjungan para penggerak lingkungan dari Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

Mengikuti paparan program WPL sambil memperhatikan produk kerajinan.
 Di awal kunjungan belajar, rombongan mendapatkan gambaran tentang latar belakang dan tujuan program yang digulirkan oleh Komunitas WPL. Baron Noorwendo, yang juga founder Komunitas WPL, menjelaskan tentang potensi terpendam warga masyarakat yang membutuhkan akses untuk mengoptimalkan potensi tersebut. “Potensi masyarakat berupa local wisdom maupun local genius sebenarnya sudah tertanam pada setiap warga masyarakat kita. Persoalannya, kita butuh akses yang cocok untuk menggali potensi-potensi tersebut.” Tegas Baron Noorwendo.
Dalam diskusi terungkap keingingan para aktivis dari Kecamatan Pancoran untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka serap dari WPL di wilayah mereka. “Kami sangat senang bisa mendapatkan tambahan motivasi dan inspirasi dari kunjungan ini. Walau hanya beberapa jam, kami memahami bahwa peluang untuk membangun program lingkungan sangat luas dan terbuka. Jika dari sampah saja WPL bisa mengembangkan banyak program, harusnya dari bidang-bidang lainnya pun kami bisa mengembangkan program semisal ini di wilayah kami.” Urai ibu Mawar (30 tahunan), salah satu peserta rombongan dari Kecamatan Pancoran.

Meninjau proses penabungan sampah.
Baron Noorwendo
HP/WA 081294742033